Satu bilik dalam taman Maduganda, pernah tercipta indahnya derit ranjang tua. Desah manja dalam irama jiwa... Mengalunkan kidung katresnan, diantara dua rasa mencipta tembang smaradhana...
Senin, 14 November 2011
KEMANA PERGINYA SANG DALANG
Tertunduk pada kebisuan waktu
Semakin tertunduk dan kian terpaku
Seperti menunggu suluh dipadamkan
Saat gunungan terakhir dikibarkan
Sang dalang telah memangkas purna carita
Sebelum usai seluruh kisah dilakonkan
Meraba dinding beku dalam buta
Menjelujur langkah tanpa tongkat penuntun dan pemapah beban
Lalu apa bisa wayang wayang bergerak dengan sendiri
Sedang berdiri pun atas kehendak sang dalang dengan kesepuluh jari
Panggung tinggallah panggung
Dan sang dalang tak hendak mempertontonkan punggung
Gelap merapat, suluh- suluh telah terpadam
Setiap wayang tak menyimpan dendam
Karna ini hanya sebuah lakon kehidupan
Dimana setiap tokoh hanya sebagai pemeran
Lagi-lagi ilusi yang bermain
Mengikuti perkusi dari setiap nada yang berlain
Jemari hati telah menulis kisah atas sebuah cerita
Namun kembali sang dalanglah yang menuntas berita
Akankah kisah usai dengan apik
Bila sang dalang memangkas seluruh epik
Lalu kemana perginya sang dalang
Wayang-wayang hanya tertinggal dalam kotak bisu yang tak terang
Nakula 14, 31.10.2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar